Perahu kertas yang mengarungi lautan, diiringi dahsyatnya gemuruh ombak, mustahil untuk menepi ke dermaga.
Batu-batu karang tajam dan ganas menghantam pertahananmu, petir yang datang hanya untuk mentertawai si perahu malang.
Luas lautan tampak tek bertepi, tak terlihat bayang nyata, setiap sudut sarat akan awan pekat.
Entah berapa lama sudah.. hari, minggu, bulan dan tahun kerap kali terlewati.
Tak satu pun mendorongmu untuk melaju ke tepi asa, tak ada apa pun yang bersedia membantumu merengkuh makna hidup di sana.
Hanya dirimu seorang diri, sang perahu kertas yang kerap dipandang kecil, rapuh dan tak berarti.
Menggapai sebuah asa nun jauh di sana, merengkuh hidup yang begitu samar dan rentan akan jarak.
Meraup sepenggal nafas yang dibutuhkan untuk menyambung hidup, cukupkah sampai di situ? Belum.
Badai yang kerap datang menghempas dirimu, hai perahu kertas.
Meraup sepenggal nafas yang dibutuhkan untuk menyambung hidup, cukupkah sampai di situ? Belum.
Badai yang kerap datang menghempas dirimu, hai perahu kertas.
Batu-batu karang tajam dan ganas menghantam pertahananmu, petir yang datang hanya untuk mentertawai si perahu malang.
Luas lautan tampak tek bertepi, tak terlihat bayang nyata, setiap sudut sarat akan awan pekat.
Entah berapa lama sudah.. hari, minggu, bulan dan tahun kerap kali terlewati.
Tak satu pun mendorongmu untuk melaju ke tepi asa, tak ada apa pun yang bersedia membantumu merengkuh makna hidup di sana.
Hanya dirimu seorang diri, sang perahu kertas yang kerap dipandang kecil, rapuh dan tak berarti.
Tapi mereka salah, si perahu kertas punya beribu kekuatan untuk meraih asanya, dia punya mimpi yang ingin diraih demi merengkuh nafas hidupnya.
Mereka lupa, di balik sosok yang melintasi laut, tersimpan tekad seluas alam.
Mereka lupa, di balik sosok yang melintasi laut, tersimpan tekad seluas alam.
Sang perahu kertas tidak sendirian, ada sebuah daya dan kekuatan hebat yang dapat menembus semua badai di depan, ada teman yang tidak pernah berpaling meninggalkannya.
Dia adalah kekuatan yang tak pernah habis, Dia juga sinar yang tak pernah padam, terus bersamanya hingga tepian itu mulai tampak, semakin jelas dan nyata.
Diujung lelah tak bertepi, di bibir lembah dalam tak berdasar, kenyataan yang terus ingin dilalui mesku dengan gontai, bergerak oleng dan nyaris karam terendam derasnya air yang setiap saat siap melumat.
Dia membawa si perahu kertas ke tepian, Dia menyuguhkan asa yang menjadi nyata.
Perjalanan memang belum usai, tidak pernah usai hingga usia menutup langkahnya.
Namun apa yang telah diarungi, kini telah nampak.
Tepian itu nyata terlihat. Semakin lama semakin jelas keindahan itu di mata hati.
Tak akan pernah habis gumam hati dan bibir untuk rasa syukur padaMu.
Aku mampu.. karena Engkau.