Saturday, January 11, 2020

Do Not Say That It Is Love




Sometimes when we attempt to wake up in our own lives and leap forward to new levels of truth, honesty, and authenticity, the resistance we encounter isn't only from within ourselves, but from the people we love, from the people around us...
family, friends, coworkers, even our intimate partner.
What happens when, consciously or unconsciously, those closest to us undermine our efforts to grow and change.

We would like to believe that all the people in our life want the best for us. We would like to believe that they want us to shine, to grow, to be the best we can be.

When we are confronted with reluctance, resistance, disapproval or even anger from our loved ones at the advent of what consider a change or transformation for the better, it often stuns us, "How could they love me so much and yet be so unhappy with my growth?" we wonder in disbelief.
Why would people who care for us want to hold us back or keep us stuck in a place where we're obviously no happy?

Sometimes.. when they know the outermost version of you, they will be shocked to find there is more inside, especially if what emerges does not fit their picture of what and who they thought you were or want you to be.

Do you think this is love?
I don't think so.

Some lyrics from a song I like:
"When you love someone.. and you love them with your heart.
When you love someone.. you will set them free..
and if that love, is true..".

Saturday, January 4, 2020

Pelajaran pertamaku tentang hidup.

Aku ingin bercerita tentang ayahku, beliau berpulang ke rumah Bapa di Surga 2 tahun yang lalu. 
Banyak kenangan yang melekat di hatiku, juga saudara-saudaraku.

Ayahku adalah laki-laki yang kuidolakan.
Hatinya yang penuh dengan syukur, hidup yang tidak pernah meminta lebih dari yang ada, kegigihan untuk pantang menyerah melakukan apapun untuk yang dikasihinya.
Kelembutan sekaligus ketegasan dalam mendidik kami 3 anak perempuannya memunculkan figur bagaimana seharusnya laki-laki menjadi kepala keluarga.





Ibuku pernah berkata, "48 tahun pernikana kami, tak pernah ada perlakuan kasar dari ayah, bahkan kata-kata yang keras sekalipun".
Ayah adalah sosok dimana aku bisa melihat Kristus dalam dirinya.
Ketegaran, kesabaran & menolak untuk menyerah saat ayah harus menjalani 2x operasi besar hanya dalam waktu 1 minggu di usia yang tak lagi muda, sungguh meremas hatiku.
Tapi dibalik semua itu, aku belajar bagaimana ketahanan seseorang dalam percobaan.
Ayah masih tersenyum ditengah kesakitannya, tak pernah terdengar omelan atau amarah meski raga didera sakit yang luar biasa.

Disaat aku mengalami peristiwa besar yang menyakitkan, ayah adalah orang pertama yang merangkulku, menguatkanku, mengajakku untuk memaafkan dan berjuang bersamanya.
Meski aku tahu hatinya lenih sakit daripada hatiku, tapi beliau tetap tegar memelukku kembali.

Banyak sudah pelajaran berharga kudapat dari ayah, banyak sudah nilai-nilai kebaikan yang bisa kuwariskan kelak pada anak dan cucuku.
Kami memang bukan berangkat dari keluarga kaya melimpah, tapi kami kaya akan cinta dan kasih, dan yang paling melekat dihatiku adalah gigih tanpa pernah menyerah pada hidup.

Di jaman sekarang dengan semua kemudahan, kata menyerah menjadi hal yang "biasa" terdengar, kita mudah patah saat hidup tak memberi seperti yang kita mau, kita pergi saat mimpi tak terwujud.
Jalan pintas menjadi hal yang lebih menarik untuk diambil daripada berjalan berliku dan terjal yang juga tidak menjamin keberhasilan.

Hidup tak selalu menyuguhkan tawa dan bahagia, tapi pelajaran dari ayah membuatku tidak menyerah, berjuang untuk mimpi-mimpiku, untuk harapan-harapanku, untuk orang-orang tercintaku.
Betul, semua tidak selalu berujung pada kata berhasil, tapi tak mengapa.. karena aku sudah melakukan yang terbaik dan kusadari sepenuhnya disitulah batasku sebagai manusia.





Evaporasi



Kemana riak gelombang yang telah menghantar hati ke haluan?
Dimana percik api yang dahulu bertahana di rongga cinta?
Alunan rima yang kerap iringi langkah
Seberkas cahaya hadir di riuhnya gemuruh benak
Berpendar menghangatkan bekunya kalbu
Bak aliran sungai pegunungan
Menyusuri relung hati, mempersembahkan siratan rasa yang tak pernah ditemui
Mengapa menguap saat seharusnya mengendap?

Tak hendak kutinggalkan
Namun tak berharap datang
Ingin kuteriakkan pada bintang dan semua penghuni langit
Andai dapat berdiam di alam nyamanku
Enggan beranjak ke lembar hari yang baru.

Deru nada tak dapat kuhentikan
Gema bisik hati akrab mencengkeram tiap sudut kalbu
Nurani terkalahkan gelisah
Kegaduhan benak menumbangkan asa
Gamang hati merajai selasar logika
Makin mendekat.. makin menjerat
Menyekat tiap helaan nafas.

Redakanlah gemuruh ini
Tenangkanlah gundah hati
Hapuskanlah cemas diri
Bantulah.. karena tak kupunya cara untuknya.

Tak hanya sebentuk cinta
Tak cukup sejumput dekap
Namun sebentuk impuls berbalut kasih
Yang mampu menggerakkan kakiku
Yang dapat menghidupkan denyut nadiku
Mengendap... disaat dia mulai menguap.

Hati Tak Bertuan





Malang nasibmu hai kalbu yang berduka..
Nurani yang ditelantarkan..
Nurani yang diabaikan.
Sanubari yang dibiarkan merakit hidupnya sendiri.
Ketidakadilan dipeliharakan padamu, hati yang nelangsa..
Sang persona berucap, hati tak perlu dijaga.. lepaskan pada predestinasi.
Tak ada elus dan kecup sayang, tidak ada afeksi, bahkan tidak untuk sepatah sapa.
Hati yang tidak diperhitungkan oleh si pemilik raga.

Mencampakkan kalbu yang meregang tangis..
Mengabaikan setiap jerit suara..
Dinding-dinding melepuh.. terserap luka yang merayapi setiap sudut..
Sang pemilik hati bergeming..
Tidak pernah menjadi sebuah prerogatif..
Tidak ada kata: kenyamanan..
Dienyahkan dan dibunuhnya..
Demi kebahagiaan sosok-sosok yang digenggamnyakah?
Demi kebaikan manusia sekitarnyakah? Bukan..
Hanya demi sepenggal keegoisan..
Pengakuan dunia yang diagungkan..
Bukti kekuatan diri yang kerap mencuat, memicu adrenalin untuk mengabulkannya..
Pembuktian diri menjadi prioritas di alam bawah sadarnya..
Kesombongan mengalahkan dirimu hai hati yang nestapa..

Mungkinkah suatu hari kau diraihnya?
Mungkinkah di satu pagi kau direngkuhnya kedalam dekapan?
Untuk dicinta, didengar dan diakui keberadaanmu..
Bahwa dirimu adalah bagian dari raga yang perlu ditoleh..
Bahwa kehadiranmu adalah penyeimbang dunia yang Dia berikan..
Bahwa membunuhmu berarti mengundang kehampaan denyut nadi..
Dan bahwa dirimu beserta otak dan raga adalah perpaduan indah yang perlu diberi porsi cinta yang sama..

Dimanakah pemilikmu hai hati yang terluka?


Friday, January 3, 2020

Selamat Datang Kau Yang Baru





Hidup yang tak selalu menyuguhkan senyum,
Hidup yang tak selalu memberi jawab,
ketika jendela terbuka untuk kesekian kalinya, kucari sebuah kata untuk bercerita,
namun terlalu cepat bayang itu pergi, mataku tak sempat berucap, hanya sebuah rasa menggantung di ruang kosong.
Engkau pergi menyisakan beribu mimpi, tak ada pengulangan yang serupa, hanya pelajaran yang jatuh ditelapak tangan tuaku.

Cuplikan yang kutolak namun kerap melekat tak beranjak di dunia riuh yang tak berdampak.
Tapi tak apa.. dia memang tak akan berbalik.
Dia akan kembali menyapa dalam rupa yang berbeda.
2019 perlahan menjauh, kabut menyapu halus bayangnya.
Terima kasih untuk hadirmu, untuk banyak rasa yang mengendap, untuk asa yang belum terselesaikan.
Terima kasih untuk ego yang tergerus kemurnian, untuk syukur yang selalu kusenandungkan.
Terima kasih untuk semua cinta.

Selamat menikmati engkau yang baru,
semoga lirik hadir bersama nada yang akan membawaku bercerita.

Dari aku yang menanti hadirmu.

27 Desember 2019

Ketidak Sempurnaan

  Menulis adalah mencintai ketidaksempurnaan. Siapa bilang kepercayaandiri hanya milik para orang tua yang sarat asam garam kehidupan? Sia...